Pokoknya gue tetep optimis lah terhadap apa yang gue lakuin, selalu dan selalu harus positif thinking *ayeyy xDD
Dibawah ini materi yang gue search diinternet buat praktek bahasa indonesia hari senin nanti ~
Gue lebih memilih dongeng, kalo temen temen gue rata rata pada milih pidato, puisi dll. Karena gue anaknya gak bisa mendayu dayu kalo baca puisi dan gak bisa membara bara kalo baca pidato. Akhirnya gue pilih yang gue bisa . Yang ngelakuinnya nyantai tanpa terpaku bahasa teks, ekspresif dan mudah untuk diingat yaitu..... *deng deng deng* MENCERITAKAN DONGENG kalo di bahasa inggris namanya STORY TELLING Xixixi~~ xDDD
Kisah Empat Boneka
Dahulu kala
hiduplah seorang pembuat boneka. Ia mempunyai seorang putera bernama Aung. Sang
ayah ingin Aung menjadi pembuat boneka yang terampil
seperti dirinya, namun Aung merasa membuat boneka membosankan.
Pada suatu
hari Aung berkata, “Ayah, aku ingin pergi mencari keberuntunganku.”
“Aku lebih
suka kau tinggal, nak. Membuat boneka adalah pekerjaan yang terhormat,” kata
ayahnya. “Namun bila kau tetap memaksa, bawalah ini sebagai temanmu di
perjalanan.
Ia
memberikan empat buah boneka kayu yang dipahat, dicat dan diberinya pakaian
yang indah.
“Masing-masing
boneka mempunyai keistimewaan dan nilai sendiri.”
"Boneka
pertama adalah raja dewa. Sang pembuat boneka menjelaskan, “Kelebihan dewa ini
adalah kebijaksanaan.”
Boneka kedua
adalah raksasa berwajah hijau. “Raksasa ini menyimpan kekuatan.”
Boneka
ketiga adalah peramal. “Peramal akan memberimu pengetahuan.”
Yang terakhir
adalah pertapa suci. “Ia membawa kebaikan.”
“Masing-masing
boneka ini dapat membantumu di perjalanan. Tapi ingatlah, kekuatan dan
pengetahuan harus didasari kebijaksanaan dan
kebaikan, “ kata sang pembuat boneka.
Aung
berangkat esok harinya. Ia membawa sebatang tongkat bambu. Pada satu ujungnya
ia mengikat bungkusan pakaian dan
makanan. Dan pada ujung satunya lagi ia menggantungkan boneka-boneka itu.
Ketika malam
tiba, Aung berada di tengah hutan. Ia berhenti di bawah sebatang pohon. “Tempat
ini nyaman untuk tidur, tetapi aku tidak tahu apakah cukup aman?” katanya dalam
hati, “ Lebih baik aku bertanya kepada salah satu boneka ini.”
Aung
tersenyum kepada boneka dewa. “Katakan, apakah aman bila aku tidur di sini?”
Betapa
herannya ia ketika boneka itu menjadi hidup. Ia melompat turun dari tongkat
bambu dan bertambah besar menjadi seukuran manusia.
“Aung,” kata
dewa itu, “Buka matamu dan lihatlah sekelilingmu. Itu langkah pertama
kebijaksaan. Bila engkau tidak melihat apa yang ada tepat di depanmu, maka yang
lain akan menyesatkanmu.”
Pada detik
berikutnya, boneka itu telah kembali tergantung pada tongkat bambu.
Ketika rasa
terkejutnya telah hilang, Aung meigamati di sekitar pohon. Pada tanah yang
lunak ia melihat jejak harimau. Malam itu ia tidur di atas cabang pohon. Pada
waktu tengah malam datanglah seekor harimau yang berkeliaran di bawahnya.
Esok harinya
Aung tiba di pegunungan dan pada saat matahari terbenam ia berkemah agak tinggi
di lereng gunung. Saat ia terbangun esok paginya, ia melihat iring-iringan
kereta di jalan di bawah tempat ia bermalam. Ada dua belas kereta yang penuh
muatan barang-barang berharga.
“Kereta-kereta
itu pasti milik pedagang yang kaya,” kata Aung pada dirinya sendiri.
“Seandainya aku memiliki kekayaan sebanyak itu.”
Kemudian ia
bertanya kepada raksasa berwajah hijau. “Katakan padaku bagaimana aku bisa
memperoleh harta sebanyak itu?”
Raksasa pun
turun dari tongkat dan menjadi sebesar manusia. “Bila kau memiliki kekuatan,
kau bisa mengambil apapun yang kau inginkan. Lihatlah,” katanya. Ia
menhentakkan kakinya dan bumi berguncang.
“Tunggu!”
kata Aung, namun sudah terlamat. Di bawah, tanah dan batu-batu longsor menuruni
gunung dan menutup jalan. Para kusir kereta melarikan diri dan meninggal
keretanya.
“Kau lihat?”
kata raksasa.
“Apakah
benar-benar begitu mudah?” kata Aung terkesima.
Ia segera
menghampiri kereta-kereta itu, terpesona melihat tumpukan kain-kain yang mahal
dan logam mulia. “Ini semua milikku,” katanya.
Tiba-tiba
Aung mendengar suara isakan. Di dalam salah satu kereta berbaring seorang gadis
cantik sebaya dengannya. Ia menangis dan gemetar ketakutan.
“Aku takkan
menyakitimu, siapakah engkau?” kata Aung
“Namaku
Mala,” kata gadis itu lirih. “Ayahku pemilik kereta ini. Kami dalam perjalanan
menemui ayahku.”
Aung
langsung jatuh cinta kepada gadis itu. “Jangan cemas,” katanya, “aku akan
membawamu bersamaku dan menjagamu.”
Mala
terduduk marah. “Silakan saja! Kau akan mengambilku seperti kau mengambil
semuanya. Kau hanya pencuri, aku tak mau bicara denganmu!”
Raksasa
berkata, “Ia akan berubah pikiran. Dan yang penting kau telah mendapatkan yang
kauinginkan. Ayo kita pergi.”
Raksasa
membersihkan jalan dari longsoran dan membantu Aung memimpin kereta. Siang itu
mereka meninggalkan pegunungan dan tiba di dekat ibukota.
Aung
bertanya kepada raksasa, “Apa yang harus kulakukan dengan harta ini?”
“Jangan
bertanya kepadaku,” sahut raksasa, “Bertanyalah kepada peramal.”
Aung pun
bertanya kepada peramal, “Kau bisa memberitahuku?”
Boneka
peramal pun menjadi hidup dan melayang-layang di depannya. Mala melihat dengan
mata terbelalak. “Jika kau ingin hartamu bertambah, kau harus mempelajari
rahasia alam,” kata peramal
Ia mengetuk
Aung dengan tongkat ajaibnya dan membawanya melayang tinggi di udara. Memandang
ke bawah Aung melihat tanah mana yang subur untuk bertani, dan gunung-gunung
mana yang mengandung emas dan perak.
“Hebat!”
kata Aung, “bayangkan bagaimana aku bisa menolong orang dengan apa yang aku
tahu.”
“Tentu saja bisa,” kata peramal. “Tetapi mengapa tidak
kau simpan saja sendiri rahasia ini?”
Mereka pun pergi ke ibukota. Aung menjadi pedagang,
dan dengan bantuan raksasa dan peramal, kekayaannya telah menjadi berlipat
ganda. Ia membangun istana untuk dirinya dan Mala.
Namun Aung tidak bahagia. Mala tetap tidak mau
berbicara dengannya.
Pada suatu hari Aung membeli sebuah mahkota yang
sangat mahal untuk Mala. Mahkota itu terbuat dari emas dihiasi batu-batu
permata yang indah. Namun Mala hanya melihatnya sekilas dan menolaknya.
Aung patah hati. “Tidakkah kau tahu betapa aku
mencintaimu?” katanya. Mala hanya memandangnya dan tidak berkata sepatah
katapun.
Esok paginya Aung menemui raksasa dan peramal. “Ayah
Mala pasti sangat miskin sekarang, sedangkan aku memiliki lebih dari yang
kubutuhkan. Aku ingin membantu Mala mencari ayahnya sehingga aku dapat
mengembalikan semua yang telah kuambil. Mungkin kemudian ia mau berbicara
kepadaku dan bahkan belajar mencintaiku.”
“Itu bukan gagasan yang baik. Kau tak boleh
menyerahkan milikmu,” kata raksasa.
“Lagipula, kau terlambat,” kata peramal. “Mala
meninggalkanmu semalam.”
Aung terperanjat. Ia mencari ke seluruh rumah namun
tidak menemukan Mala.
Ia kembali kepada raksasa dan peramal, “Apa artinya
seluruh kekayaanku bila aku kehilangan yang paling kusayangi?” katanya putus
asa.
Kali ini raksasa dan peramal membisu.
Kemudian Aung teringat kepada boneka yang tidak pernah
dipanggilnya. Ia menemui pertapa suci, “Katakanlah, mengapa semua berakhir
seperti ini?”
“Aung,” jawab pertapa, “Kau membayangkan bahwa harta
akan membawa kebahagiaan. Namun kebahagiaan sejati hanya datang dari kebaikan.
Yang terpenting bukanlah yang kaumiliki namun apa yang kaulakukan dengannya.”
Raja dewa pun muncul di sebelah pertapa. “Kau
melupakan apa yang dikatakan ayahmu. Kekuatan dan pengetahuan sangat berguna,
namun mereka harus selalu diiring kebijaksanaan dan kebaikan.”
“Aku takkan melupakannya lagi.”
Sejak saat itu Aung menggunakan kekayaan dan bakatnya
untuk berbuat baik. Ia membangun pagoda suci yang megah. Ia menyediakan makanan
dan tempat beristirahat bagi orang-orang yang mengunjungi tempat suci itu.
Suatu hari di antara para pengunjung, Aung melihat
seorang wanita muda yang sangat dikenalnya bersama seorang pria tua. Keduanya
mengenakan pakaian yang sederhana.
“Mala!” panggil Aung. Ia lari menghampiri wanita itu dan berlutut di depan
ayahnya yang terheran-heran.
“Tuan, aku telah berbuat salah kepadamu. Aku minta maaf. Semua milikku
adalah milikmu dan aku akan mengembalikannya. Aku akan senang pulang ke desaku
dan membuat boneka.”
“Ayah,” kata Mala pelan, “Ini Aung. Namun ia sudah berubah.”
“Kalau begitu,” kata ayah Mala, “Lebih baik ia bekerja untukku dan tinggal
bersama kita.”
Aung pun menjadi tangan kanan sang pedagang dan tak lama kemudian menjadi
rekan kerjanya. Setelah ia berhasil memenangkan hati Mala, Aung pun menjadi
menantu sang pedagang.
Aung masih tetap memanggil boneka-boneka itu bila memerlukan bantuan
mereka. Namun walaupun ia seringkali dibantu oleh kekuatan dan pengetahuan, ia
selalu dibimbing oleh kebijaksanaan dan kebaikan.
Happily Ever After :))))))
Happily Ever After :))))))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu Komen Komenannya :)